Hudarni Rani, Kesahajaan Sang Gubernur

avatar ADMIN

Oleh: AHMADI SOFYAN (Penulis Buku/Pemerhati Sosial Budaya)

Sosok pemimpin berbadan kurus sebagai Gubernur babat alas alias pertama kali dimiliki oleh Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kesahajaan dan kesederhanaannya melekat di tengah rakyat. Isterinya nggak pernah neko-neko, apalagi tampil diri dengan baliho.

SETELAH diadakan pemilihan Gubernur pertama oleh DPRD sejak menjadi provinsi sendiri, Hudarni Rani terpilih menjadi Gubernur Kepulauan Bangka Belitung. Menjadi gubernur babat alas pastinya bukan mengumpulkan pundi-pundi kekayaan, tapi kerja keras, menata konsep dan membabat lahan, mendirikan pondasi bangunan, merangkul berbagai jaringan dari berbagai elemen, menjaga kebersamaan serta banyak lagi tugas berat lainnya. maklumlah, ibarat baru berrumah tangga, pasti terseok-seok untuk menata kehidupan baru.

Itulah yang mungkin dirasakan sosok Hudarni Rani, sang Gubernur Babat Alas. Saya termasuk orang yang bangga mengenal sosok Hudarni Rani, baik dikala beliau masih memimpin sebagai Gubernur, maupun kembali menjadi rakyat biasa hingga menjadi Anggota DPD RI hingga 2 minggu sebelum meninggal dunia, saya masih sempat diskusi dan ngopi berdua dengan beliau di salah satu warung kopi di Pangkalpinang.

Walaupun saya masih kuliah di Kota Malang kala Hudarni Rani menjabat sebagai Gubernur, namun komunikasi selalu jalan. Saya masih mahasiswa, sedangkan beliau adalah orang nomor 1 di Bangka Belitung, namun beliau tetap berkomunikasi aktif. Hampir setiap saya pulang mudik ke Bangka, beliau selalu telpon atau ngajak bertemu. Kadangkala saya sungkan dan malu, sebab merasa tak seimbang, karena diri hanyalah mahasiswa dan orang kampung.

Tapi karena sosok Hudarni Rani bersahabat dan bersahaja dengan siapapun, akhirnya rasa itu hilang seketika kalau sudah berhadapan dengan beliau. Sosok yang sangat bersahabat, sederhana dan apa adanya, bukan ada apanya.

Dalam catatan saya, Hudarni Rani memiliki catatan pribadi yang sangat patut kita miliki, apalagi sebagai seorang pemimpin rakyat, antara lain:

(1) Bersahaja & Hidup Sederhana. Walaupun pernah menjadi karyawan PT. Timah, Ketua DPRD Kota Pangkalpinang, Gubernur & Anggota DPD RI, kita mengenal sosok Pak Hudar (begitu beliau disapa) sebagai sosok yang sangat bersahaja dan sederhana. Tidak sungkan beliau mampir sekedar minum teh ke kediaman saya. Bahkan isteri saya yang orang Jawa, karena baru menikah dengan saya dan baru tinggal di Bangka tak pernah tahu kalau orang yang sering datang ke rumah kami adalah mantan Gubernur. Setelah ia saya beritahu, betapa ia kaget dan berseloroh bahwa betapa sederhana dan bersahaja sosok Pak Hudar. Kedekatan saya dengan Pak Hudar cukup intens berkomunikasi dan “beteco”. Maklumlah, saya orang yang sering mengkritik langsung beliau kala ada hal-hal yang perlu saya kritik. Kami pun “beteco”, namun sosoknya sangat baik dan bersahabat, tak pernah dendam apalagi kesumat dan “ngireng” akibat tak suka dikritik.

Pemimpin hari ini, seringkali tidak menerima kritikan, tapi berharap pada pujian dan pujaan. Kritikan dianggap kebencian, perbedaan pandangan dianggap perlawanan. Akhirnya dibuatlah “Tim Mak Erot”, yang tugasnya membesarkan sesuatu yang kecil bahkan mungil.

(2) Menjaga Keragaman “Fan Ngin Thongin Jit Jong”. Karena paham keragaman dan Perjuangan Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah kebersamaan Melayu dan Tionghua, kalimat “Fan Ngin Thongin Jit Jong” kerapkali dipopulerkan oleh Hudarni Rani dalam berbagai kegiatan beliau sebagai Gubernur.

Sebagai sosok pemimpin, Pak Hudar harus merangkul semua suku, agama dan kelompok masyarakat. Terinspirasi dari sahabatnya sesama Tokoh Pejuang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Amung Tjandra, Pak Hudar adalah penjaga keragaman di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang hingga hari ini masih terus terjaga. Kalimat “Fan Ngin Thongin Jit Jong” menjadi kalimat pemersatu antara Melayu dan Tionghua hingga hari ini.

(3) Isteri dan Anak-Anak yang Tidak Neko-Neko. Sama halnya dengan Zulkarnain Karim (Walikota Pangkalpinang 2 periode), isteri dan anak-anak Hudarni Rani tidak pernah ikut campur urusan pemerintahan, tidak tampil diri apalagi mencalonkan jadi ini dan itu, apalagi setor dan main proyek dan jabatan dilingkungan Pemerintahan sang suami.

Hudarni Rani termasuk pemimpin yang tidak butuh pencitraan diri. Beliau tidak perlu “nyapu jalan” atau “ngangkat sampah” “tiduran di lantai” “bebagit dengan bawahan” lalu difhoto atau video agar dianggap pemimpin merakyat. Isteri dan anak-anaknya nyaris tak banyak masyarakat yang tahu, sebab tak ia pamerin atau dibesar-besarkan apalagi ditampilkan dalam baliho-baliho raksasa. Isteri Pak Hudar murni sebagai seorang isteri bukan pejabat, sebab yang pejabat itu adalah Pak Hudar.

Ternyata, kesahajaan dan kesederhanaan sosok Pak Hudar ini membuat isteri dan anak-anaknya tidak neko-neko dengan jabatan sang ayah, apalagi teman-teman atau “seperadik” Pak Hudar.

(4) Jujur. Pemimpin yang jujur bisa dilihat dengan apa yang ia miliki sebelum, saat dan sesudah ia memimpin. Saya mengenal sosok Pak Hudar adalah pemimpin yang sangat jujur, tidak gila pada pundi-pundi mengumpulkan harta. Beberapa orang dekatnya yang saya kenal seringkali bercerita tentang kejujuran dan kesahajaan dari sosok Pak Hudar.

Kita semua mungkin bisa menjadi saksi, sampai akhir hayatnya, Pak Hudar tetap dalam kesederhanaan. Bahkan beliau meninggal dunia dalam apartement sempit di atas kasur yang tidak tebal dalam kesendiriannya. Sosok Pak Hudar sukses mendidik dirinya dan keluarga (anak dan isteri) untuk tidak memanfaatkan jabatan sebagai pengumpul pundi-pundi kekayaan.

***

PAK HUDAR, dalam kepribadian dan kepemimpinannya sebagai Gubernur Pertama Provinsi Kepulauan Bangka Belitung patut kita teladani dalam banyak sisi. Kejujuran, kesederhanaan, memahami keragaman dan memberikan pendidikan pada anak dan isteri untuk tidak neko-neko apalagi unjuk diri “aji mumpung” alias “karbitan” alias me-“Mak Erot”-kan isteri atau anak agar menjadi besar. Inilah yang terjadi hari ini, akhirnya terjadi hari ini negeri kita “inflasi politisi tapi defisit intelektual”.

Pemimpin hari ini dan di masa yang akan datang hendaknya belajar mendidik anak dan isteri untuk tidak neko-neko dan “bermain” dengan jabatan serta proyek pemerintah. Pak Hudar memahami bahwa harta dan jabatan itu memiliki waktu yang sangat singkat, tapi nama baik dan kehormatan diri jauh lebih berarti dan akan dikenang banyak orang.

Selamat Jalan Teladan kami, Achmad Hudarni Rani. Kesederhanaan, kesahajaan dan kejujuranmu semoga menjadi amal ibadah yang melapangkan kuburmu dan menjadi jalan ke sorga Allah SWT. Kami bermimpi memiliki pemimpin yang sederhana, bersahaja dan anak isterinya tidak neko-neko dengan nampang di baliho karena sebentar lagi pemilu.

Nah, pesan saya untuk rakyat…, “Ayo cuci muka, gosok gigi, karena sebentar lagi pemilu, banyak yang akan unjuk gigi!” Salam Pak Hudar! (*)

Editor : Tim Garasi News